Blogroll

Paket Awal Musim Umrah Mulai dari USD 1700 (pembayaran harus menggunakan rupiah sesuai kurs dollar) Mari bergabung Umrah bersama Kami , Insha ALLAH Berkah .. Amanah Tour Jembatan anda menuju Baitullah ~

Artikel/Berita












Setoran Awal Haji Akan Menggunakan Sistem Akad

Penulis :
26 Juli 2013
 Jakarta (Sinhat) -- Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, Anggito Abimanyu menegaskan akan menggunakan sistem akad dalam setoran awal haji. “Ke depan akan ke arah sana. Sebab, penggunaan sistem akad dalam setoran awal haji merupakan bagian dari aspirasi ulama dan masyarakat yang segera diwujudkan. Ini kan aspirasi umat. Kalau sistem akad itu baik, kenapa tidak dijalankan,” tuturnya dalam acara seminar Dialog Ramadhan tentang Prospek Keuangan Syariah dan Tantangan Pengelolaan Dana Haji di salah satu hotel bintang lima di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis sore (25/07).

Selain itu,    Kementerian Agama, ke depan, akan menggunakan sistem virtual account atas setoran awal haji. “Sehingga manfaat dari dana setoran awal haji itu, akan diterima langsung oleh jamaah haji, berdasarkan nomor virtual account calon jamaah haji tersebut,” tukas Anggito kembali. Dia kembali menjelaskan, posisi terkini dana haji, berada di angka 56 trilyun rupiah. “31 trilyun rupiah ditempatkan di sukuk negara. Dan sisanya di deposito dan giro,” ujarnya. Ia kembali menegaskan, prinsipnya Kementerian Agama mengedepankan, nilai manfaat yang adil kepada jamaah.

“Jadi, beri saya waktu untuk bekerja dan terus memikirkan pengelolaan dana haji yang berpijak pada syariat dan kemanfaatan umat,” pungkasnya lagi. Kembali dikatakan Anggito, sebenarnya nilai optimalisasi haji di Indonesia, lebih tinggi dari Malaysia. “Di Malaysia 20 persen. Indonesia lebih dari itu. Dan juga perlu saya ingatkan, kepada bank bank penerima setoran, untuk wajib menghilangkan program dana talangan haji.  Apabila masih ada bank-bank yang menggulirkan program dana talangan haji, maka bank itu, akan dicoret dari daftar bank-bank Penerima Setoran Awal Haji,” tegas Anggito lagi. (Rio)

MENJAWAP TANTANGAN SYIAH
(KALO SYIAH SESAT/BUKAN ISLAM MENGAPA MASIH BOLEHKAN KE MEKKAH DAN MEDINAH)

BERTAHUN-tahun silam pernah diadakan diskusi antara seorang Ustadz dari PP Persis Bandung dengan Jalaluddin Rahmat (tokoh Syiah asal Bandung). Dalam makalahnya, Ustadz Persis itu tanpa tedeng aling-aling membuat kajian berjudul, “Syiah Bukan Bagian dari Islam”.
Ketika sessi dialog berlangsung, Ustadz Persis itu -dengan pertolongan Allah- mampu mematahkan argumen-argumen Jalaluddin Rahmat. Kejadiannya mirip, ketika dilakukan diskusi di Malang antara Jalaluddin Rahmat dengan Ustadz-ustadz Persis Bangil; ketika merespon lahirnya buku Islam Aktual, karya Jalaluddin Rahmat.
Ada satu momen penting menjelang akhir diskusi di Bandung itu. Saat itu Jalaluddin mengatakan, “Kalau memang Syiah dianggap sesat dan bukan bagian dari Islam, mengapa Pemerintah Saudi masih memperbolehkan kaum Syiah menunaikan Haji ke Tanah Suci?” Nah, atas pernyataan ini, tidak ada tanggapan serius dari para Ustadz di atas. 
Ternyata, Mereka Masih Butuh Tanah Suci (Makkah & Madinah).
Dan ternyata, kata-kata serupa itu dipakai oleh Prof. Dr. Umar Shibah, tokoh Syiah yang menyusup ke lembaga MUI Pusat. Ketika kaum Syiah terdesak, dia mengemukakan kalimat pembelaan yang sama. “Kalau Syiah dianggap sesat, mengapa mereka masih boleh berhaji ke Tanah Suci?”
 Lalu, bagaimana kalau pertanyaan di atas disampaikan kepada Anda-Anda semua wahai, kaum Muslimin? Apa jawaban Anda? Apakah Anda akan memberikan jawaban yang tepat, atau memilih menghindar?
Sekedar catatan, konon dalam sebuah diskusi antara Jalaluddin Rahmat dengan Ustadz M. Thalib (sekarang Amir MMI). Saat disana ada kebuntuan argumentasi, katanya Ustadz M. Thalib menantang Jalaluddin melakukan “diskusi secara fisik” di luar. Ya, ini sekedar catatan, agar kita selalu mempersiapkan diri dengan argumen-argumen yang handal sebelum “bersilat” pemahaman dengan orang beda akidah. 
Mengapa kaum Syiah masih boleh masuk ke Tanah Suci, baik MakkahAl Mukarramah maupun Madinah Al Munawwarah?
Mari kita jawab pertanyaan ini:
PERTAMA, sebaik-baik jawaban ialah Wallahu a’lam. Hanya Allah yang Tahu sebenar-benar alasan di balik kebijakan Pemerintah Saudi memberikan tempat bagi kaum Syiah untuk ziarah ke Makkah dan Madinah.
KEDUA, dalam sekte Syiah terdapat banyak golongan-golongan. Di antara mereka ada yang lebih dekat ke golongan Ahlus Sunnah (yaitu Syiah Zaidiyyah-meski sebagaian ulama sudah mengatakan Syiah Zaidiyyah sudah tergolong sesat dengan Syiah lainnya-Red), ada yang moderat kesesatannya, dan ada yang ekstrim (seperti Imamiyyah dan Ismailiyyah). Terhadap kaum Syiah ekstrim ini, rata-rata para ulama tidak mengakui keislaman mereka. Nah, dalam praktiknya, tidak mudah membedakan kelompok-kelompok tadi.
KETIGA, usia sekte Syiah sudah sangat tua. Hampir setua usia sejarah Islam itu sendiri. Tentu cara menghadapi sekte seperti ini berbeda dengan cara menghadapi Ahmadiyyah, aliran Lia Eden, dll. yang termasuk sekte-sekte baru. Bahkan Syiah sudah mempunyai sejarah sendiri, sebelum kekuasaan negeri Saudi dikuasai Dinasti Saud yang berpaham Salafiyyah. Jauh-jauh hari sebelum Dinasti Ibnu Saud berdiri, kaum Syiah sudah masuk Makkah-Madinah. Ibnu Hajar Al Haitsami penyusun kitab As Shawaiq Al Muhriqah, beliau menulis kitab itu dalam rangka memperingatkan bahaya sekte Syiah yang di masanya banyak muncul di Kota Makkah. Padahal kitab ini termasuk kitab turats klasik, sudah ada jauh sebelum era Dinasti Saud.
KEEMPAT, kalau melihat identitas kaum Syiah yang datang ke Makkah atau Madinah, ya rata-rata tertulis “agama Islam”. Negara Iran saja mengklaim sebagai Jumhuriyyah Al Islamiyyah (Republik Islam). Revolusi mereka disebut Revolusi Islam (Al Tsaurah Al Islamiyyah). Data seperti ini tentu sangat menyulitkan untuk memastikan jenis sekte mereka. Lha wong, semuanya disebut “Islam” atau “Muslim”.
KELIMA, kebanyakan kaum Syiah yang datang ke Makkah atau Madinah, mereka orang awam. Artinya, kesyiahan mereka umumnya hanya ikut-ikutan, karena tradisi, atau karena desakan lingkungan. Orang seperti ini berbeda dengan tokoh-tokoh Syiah ekstrem yang memang sudah dianggap murtad dari jalan Islam. Tanda kalau mereka orang awam yaitu kemauan mereka untuk datang ke Tanah Suci Makkah-Madinah itu sendiri. Kalau mereka Syiah ekstrim, tak akan mau datang ke Tanah Suci Ahlus Sunnah. Mereka sudah punya “tanah suci” sendiri yaitu: Karbala’, Najaf, dan Qum. Perlakuan terhadap kaum Syiah awam tentu harus berbeda dengan perlakuan kepada kalangan ekstrim mereka.
KEENAM, orang-orang Syiah yang datang ke Tanah Suci Makkah-Madinah sangat diharapkan akan mengambil banyak-banyak pelajaran dari kehidupan kaum Muslimin di Makkah-Madinah. Bila mereka tertarik, terkesan, atau bahkan terpikat; mudah-mudahan mau bertaubat dari agamanya, dan kembali ke jalan lurus, agama Islam Ahlus Sunnah.
KETUJUH, hadirnya ribuan kaum Syiah di Tanah Suci Makkah-Madinah, hal tersebut adalah BUKTI BESAR betapa ajaran Islam (Ahlus Sunnah) sesuai dengan fitrah manusia. Meskipun para ulama dan kaum penyesat Syiah sudah bekerja keras sejak ribuan tahun lalu, untuk membuat-buat agama baru yang berbeda dengan ajaran Islam Ahlus Sunnah; tetap saja fitrah mereka tidak bisa dipungkiri, bahwa hati-hati mereka terikat dengan Tanah Suci kaum Muslimin (Makkah-Madinah), bukan Karbala, Najaf, dan Qum.
KEDELAPAN, kaum Syiah di negerinya sangat biasa memuja kubur, menyembah kubur, tawaf mengelilingi kuburan, meminta tolong kepada ahli kubur, berkorban untuk penghuni kubur, dll. Kalau mereka datang ke Makkah-Madinah, maka praktik “ibadah kubur” itu tidak ada disana. Harapannya, mereka bisa belajar untuk meninggalkan ibadah kubur, kalau nanti mereka sudah kembali ke negerinya. Insya Allah.
KESEMBILAN, pertanyaan di atas sebenarnya lebih layak diajukan ke kaum Syiah sendiri, bukan ke Ahlus Sunnah. Mestinya kaum Syiah jangan bertanya, “Mengapa orang Syiah masih boleh ke Makkah-Madinah?” Mestinya pertanyaan ini diubah dan diajukan ke diri mereka sendiri, “Kalau Anda benar-benar Syiah, mengapa masih datang ke Makkah dan Madinah? Bukankah Anda sudah mempunyai ‘kota suci’ sendiri?”
Demikian sebagian jawaban yang bisa diberikan. Semoga bermanfaat. Pesan spesial dari saya, kalau nanti Prof. Dr. Umar Shihab, atau Prof. Dr. Quraish Shihab (dua tokoh ini saudara kandung, kakak-beradik; bersaudara juga dengan Alwi Shihab, Mantan Menlu di era Abdurrahman Wahid), beralasan dengan alasan tersebut di atas; mohon ada yang meluruskannya. Supaya beliau tidak banyak membuang-buang kalam, tanpa guna.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.










sumber :
http://haji.kemenag.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/827

Tidak ada komentar:

Posting Komentar